My beloved playmate
Lately
I found myself back thinking about my grandma. I had a super loving granny. She
was the most cheerful person I knew even her joke was mostly too vulgar for my
innocent soul. She gave me such a meaningful childhood to remember. I
am so thankful to have her as my grandma.
Tinggal
di desa kecil dan jauh dari modern,
kebanyakan kita mengisi waktu bermain disekitar rumah. Kesana kemari
sebagai bocah petualang yang nakal. After my friends, my grandma was one of my
favorite playmates. We joked around. We spent time together with all the
laughs.
There are so many things i miss about her.
- Pertama, masakan.
Dia
yang cuma tinggal berdua sama datuk biasanya cuma masak dalam porsi kecil. Tapi
seorang nenek adalah perwujudan malaikat. Beliau rela masak lagi demi cucu-cucu
nya yang selalu datang kayak gak pernah dikasih makan dirumah sendiri. Biarpun kadang
kita datang habis makan dirumah, tapi wajib banget rasanya untuk makan masakan
nenek.
Sejauh
yang bisa aku ingat, sambal buatan nenek sampai sekarang gak bisa dikalahin.
- Kedua, our sleepover time!
Kita
tidur diranjang tuanya yang miring ke satu sisi. Jadi kalau sebelum tidur aku
anteng di sisi yang benar, malamnya pasti bakal merosot ke sebelah nenek dan
menyisakan sisi lain kosong.
Nginap
sama nenek itu artinya bakal ada dongeng sebelum tidur. Nenek mungkin cuma tahu
beberapa dongeng tapi beberapa dongeng yang selalu menarik buat diceritain
ulang dan didengar ulang. This motivated me asking my mom to start develop her knowledge about legends. She needs to practice a lot before handling her future grandchild.
Gaya
bercerita nenek adalah hal yang paling gak bisa aku lupain. Ceritanya diceritakan
dengan lancar biarpun disela terus sama si cucu. Dengan sabar dia bakal cerita
sampai yang diceritain gak jawab lagi kalau dipanggil.
Aku
biasa menginap. Sebagai cucu yang rumahnya paling dekat, aku rajin jadi sohib
tidur nenek kalau datuk sedang menginap di kebun waktu musim durian tiba. Lagi pula, nenek punya wangi yang beda. wangi yang bikin nyaman tidur. Apa ya… wangi nenek-nenek? Comforting kinda smell?
TV
sih masih hitam putih dan semua penerangan dirumah nenek gak pernah benar-benar
terang. Atau semua lampu jaman itu memang begitu? Kan belum jamannya lampu
dengan sinar cemerlang. Kebanyakan berwarna kuning.
Rumahnya
nenek itu dua lantai. Lantai bawah permanen dan dijadiin kos-kosan. Dia dan datuk
tinggal dilantai atas yang dari papan. Tipikal rumah panggung jaman dulu. Untuk
ukuran rumah panggung jadul, menurut aku rumah nenek cukup modern. Modern dijamannya
tentu saja.
Menginap
mungkin salah satu liburannya aku waktu masih kecil. Gak adalah yang namanya
liburan keluar kota. Menginap kerumah nenek biasanya isi karangan disekolah
kalau ditanya liburan ngapain.
- Ketiga, kekebun.
Sebagai anak petani, aku biasa ikut kekebun tapi karena
sekolah, ke kebun biasanya pas hari libur dan minggu. Ke kebun sama nenek itu punya cerita yang beda. Apalagi kalau ke kebun dalam
rangka musim durian. Sudah seperti cerita upin ipin pokoknya.
Dan perjalanan
ke kebun selalu epik.
Nenek
cukup tinggi dan langkah kakinya super cepat. Nah aku yang masih dalam masa
pertumbuhan dan sepertinya waktu SD belum terlalu tumbuh, jelas punya langkah
kaki yang imut. Dan sebagai anak SD, nyali pengecut bikin gak mau kalau harus jalan dibelakang. Who
knew? A Troll might just pop out.
Sudah
jalan gak bisa cepat, gak mau pula dibelakang. Alhasil, nenek sering pakai
acara nabrak sebagai kode kalau kita punya kebun yang perlu dituju sebelum
siang. Atau dia bakal nyanyiin lagu arak-arakan pengantin. She was so funny. She couldn't even sing but she sang it wholeheartedly.
Ditabrak, dinyanyiin. Jelas mengintimidasi. Aku biasanya bakal lari beberapa meter sebelum pelan lagi. Terus ditabrak lagi sambil dinyanyiin. Kemudian aku bakal lari lagi. That noisy repetition all the way.
Ditabrak, dinyanyiin. Jelas mengintimidasi. Aku biasanya bakal lari beberapa meter sebelum pelan lagi. Terus ditabrak lagi sambil dinyanyiin. Kemudian aku bakal lari lagi. That noisy repetition all the way.
Perjalanan
panjang menuju kebun yang sekarang bisa dicapai pake mobil.
Biarpun
dalam rangka musim durian, nenek sih tetap datang buat kerja. Jadi dia bakal
asik merumput sana sini dan aku bakal kesana kemari ngikutin nenek sambil
ngedrama atau nyanyi. Drama penuh imajinasi yang pemainnya bisa 4 desa tapi
dilakoni satu orang. Nyanyi semua lagu yang ditahu dan bikin sesak telinga
penghuni kebun.
Well,
biarpun judulnya musim durian, kadang dia gak jatuh-jatuh.
Kalau
duriannya jatuh, nenek bakal langsung eksekusi bikin tempoyak dengan kecepatan
tinggi. Jadi dengan kecepatan lebih tinggi aku berusaha mendahului nenek.
Selain
kebun, ada juga ladang. Biasanya ditanami tanaman cepat panen. Jagung, kacang,
dll.
Kesini
lebih asik karena mesti mendaki gunung, lewati lembah dan sungai mengalir indah ke samudra. hehehe. Lebih asik karena disana biasanya banyak yang bisa langsung dimakan.
Ada bengkoang, kates, kadang jambu biji. Umur segitu mah masih sekelas mamah
biak asli. Apa aja masuk dan gak gendut-gendut. Such a good time.
Yang
seru itu karena tepat disebelah sungai besar. Kita bisa mandi sepanjang hari. Pokoknya
kesana udah kayak pergi ke wahana. Oh, kalau sekarang mungkin nama kerennya
wisata alam. Sungguh, aku sepanjang kecil udah wisata alam kemana-mana bareng
nenek.
Kalau lagi sibuk sekolah dan gak bisa ikut, nenek sering mampir bawain hasil kebun. Bengkoang dari ladang nenek itu besarnya hampir kayak kelapa. Serius. Rasanya maniiiis banget. Kadang juga di oleh-olehin sayur atau siput.
Beranjak
usia, karena kuliah jauh dari rumah, aku jadi jauh dari nenek.
Then when she
passed away, I wasn’t there.
But She
will be always my favorite playmate.
Comments
Post a Comment