Kasus pencurian
Hmmm…
berharap kalimat selanjutnya gak akan dijadikan bukti ke polisi.
So,
ibu kos punya halaman belakang yang luas. Banyak tanaman tumbuh disana. Ada
nangka, singkong, cabe-cabean, kangkung-kangkungan, kelapa, petai, kates dan
yang paling favorit, rambutan. Gak nyangka sekedar buah bisa jadi rekor kejatahan.
Dia
punya 3 pohon rambutan yang suka berbuah sadis kalau udah musim. Heran juga
kenapa bisa banyak banget buahnya tapi mungkin karena kita lihatin tiep hari
sih dari jendela dapur. Jadi semakin hari rambutan milik tetangga belakang itu
ranumnya makin minta ampun.
Setiap
hari dilihat. Dari bunga-bunga unyu terus berubah menjadi bulatan bola bulu
hijau lucu sampai jadi rambutan bulat montok berwarna merah menggiurkan.
Rada
lupa sih rasanya. Kayaknya lumayan manis? Manis gak ya? Rada asem? Well, entahlah.
Yang lebih diingat itu cara kita biar bisa nyicip. It was such a long-time-ago-story to begin with.
Banyak
fenomena kalau udah musim rambutan. Salah satunya, kalau rambutan udah mulai
bisa dimakan, ibuk kos bakal keluarin dekrit biar anjing ringkih penjaga kosan di
ikat di bawah pohon rambutan dengan buah terlebat. Dia boleh ringkih tapi
instingnya daebak!
Si
anjing bakal gonggong sadis setiap kita lewat. Mungkin bisa baca niat anak
kosan tapi terkadang, sumpah, kita cuma
mau buang sampah.
Kita
sih anak baik jadi langkah pertama biar bisa nyicip itu rambutan dimulai dengan sapaan-sapaan halus sampai sapaan super ramah sambil terang-terangan menujukan
minat sama rambutan. Dengan lincah buk kos bakal jawab kalau rambutannya belum
bisa dipanen. Padahal kita gak pernah milih mau siap panen apa belum. Kita cuma
butuh privilege biar bisa ambil kapan butuh.
Jangankan
dikasih, setiap hari si anjing malah kayaknya distel makin garang sesuai sama
tingkat merahnya rambutan.
Okelah,
mungkin karena si rambutan belum benar-benar siap panen. Tapi suatu hari, waktu
buahnya udah gak mungkin bisa lebih merah lagi, kita malah lihat rambutan-rambuatan ranum itu dijual perkilo didepan kosan.
Mungkin
begini rasanya dikhianati pacar yang selingkuh sama teman sendiri. Rasanya kayak
rambutan yang sudah kita lihat setiap hari dari proses pertama berbuah sampai
buahnya ranum riang bergantungan di pohon dan malah dicicipin pertama sama orang lain.
Gak
mungkin ini namanya bukan pengkhianatan. Biarpun bukan kita yang tanam, juga bukan
kita yang punya dan mungkin kita gak punya hak sama sekali tapi, kok bisa kita
gak kebagian? Bukannya ini gak etis?
Pasal
satu : Kejahatan terjadi bukan Cuma karena ada niat tapi karena ada kesempatan.
Dalam
kasus ini, kejahatan jadi terjadi karena gak ada kesempatan.
Permintaan
baik-baik kita ditolak. Sebel. Disusunlah rencana perampokan. Saat ibuk kos
sekeluarga sepi. Pergi atau tidur sore. Misi dijalankan.
Jadi,
beberapa anak pura-pura buang sampah. Lewatlah dengan ember-ember yang selama
ini memang berisi sampah. Tapi begitu si anjing lengah, dengan beringas mereka
pada narik semua rambutan yang ada didalam jangkauan sementara anak kosan lain yang lebih cemen cuma
bisa mandangin penuh ketakjuban dari balik jeruji jendela. Gayanya kayak lagi nonton James Bond beraksi daripada sekedar perampokan rambutan. Masa bodohlah si rambutan sudah
matang, setengah matang. Toh, telur setengah matang adalah telur yang paling
enak. Namanya juga buru-buru, gak bisa ngambil berdasarkan kualitas. Yang penting
kuantitas.
Dari
sampah, ember-ember itu pulang berisi rambutan rampokan dan dibawa dengan
bangga. Mereka udah kayak orang-orang yang balik dari medan perang berserta
harta rampasan. Penuh kebanggaan biarpun masuknya sambil ngos-ngosan soalnya
lari digonggong sama si anjing ringkih yang langsung sadar kalau udah terjadi
perampokan di siang hari. Biarpun anjingnya diikat, lari udah pasti insting
pertama.
They
were back with throbbing victory and we welcomed them with full respect.
They
were the real definition of Robin Hood and we were the bullied folk.
Rambutan
hasil rampokannya dimakan barengan didapur kumuh kita. Tetap didalam ember dan dibawah
persaingan sadis. Rasa haus mandangin rambutan itu dari Day 1 akhirnya sedikit
terobati. Nyatanya, hasil rampokan itu kebanyakan dalam bentuk daun dan ranting
dari pada rambutan tapi yang penting, mission is accomplished.
Mungkin
gak Cuma sekali. Kembali ke pasal satu, intensitas perampokan meningkat seiring
adanya kesempatan. Sometimes, she was out there selling rambutan when the
robbery happened. Biasanya kejadian
kalau anak kosan lagi rame nongkrong didapur. Gak ada pemandangan lain selain
rambutan ranum. Mau gak mau. Terciptalah kejahatan baru.
Tetap
dengan modus buang sampah, rambutan di gondol. Pada akhirnya kejahatan itu berhenti
karena rambutan dengan posisi rendah akhirnya habis. Terlalu gengsi buat beli,
yang bisa kita lakuin cuma melintasi lapak dagangan ibuk kos dengan mata nanar.
Kita
lempar pandangan nanar kearah rambutan ranum dan ibuk kos nanar karena ngeliat
pencuri rambutan. Mungkin dia pengen laporin tapi ini kejahatan bersama
dan dia mesti laporin satu kosan.
Kemudian,
pada suatu sore, anak ibuk kos datang ngantarin rambutan satu nampan besar dan kita
makannya berebutan diruang tengah kayak henna dilempar daging.
Rambutan-rambutan yang sedikit banyak sudah menghitam dan mulai gak diminati
pembeli.
Sumpah,
kita sebenarnya gampangan banget. Biarpun jelas sisa, tetap aja diamakan penuh
rasa bahagia.
Comments
Post a Comment