Kalimat keramat selama ngekos
Ini bukan kita dan koskosan kita jelas jauuuuh dibanding mereka. |
Kalian pernah tinggal di koskosan ramai? Pasti banyak hal ajaib terjadi yang kadang menyebalkan tapi akan jadi kenangan tak terlupakan dikemudian hari. Begitulah kosan kami yang strong ini. Biarpun selalu terlihat miring dari luar tapi nyatanya
tak goyah diterpa badai, punya sejuta cerita.
Sebenarnya
ini bekas rumah lama ibuk kos sebelum beliau bikin yang lebih bagus dibagian
agak kebelakang. Biarpun buk kos cukup oke karena gak suka ikut campur,
terkadang dia terlalu gak mau ikut campur.
Mungkin
ini cuma dipondokan kami tapi topik ibuk kos selalu jadi topik hangat rumpian
daerah kamar mandi, ruang tengah, sekitar jemuran, teras depan, dan dimanapun dirasa tepat untuk dibicarakan.
Well,
kita gak pernah berantem atau apapun juga sih. Cuma kita jelas punya banyak
dosa sama buk kos. Sebagai pembelaan, sedikit banyak, beliau yang memancing
dosa-dosa itu sendiri.
Contoh,
ketika beliau memutuskan untuk tuli.
Ini,
kejadian yang paling berkenang mungkin buat semua anak kosan.
Kamar
mandi Cuma 2 dengan bak super unyil tapi harus dipakai mandi nyaris 12 orang. Gak
semua orang bisa mandi 2 menit dan Cuma 10 gayung. Secara pribadi, aku paling
tidak butuh setengah bak air baru merasa habis mandi.
Mirisnya,
air bak masih hasil pompa dari rumah ibuk kos. Lebih miris lagi, kenyataan
kalau cuma beliaulah yang pegang kuasa kapan colokan air dipasang dan kapan
dicopot. Kalau bak kosong dan banyak yang pengen mandi, mulai lah kalimat sakti
keluar.
“IBUUUUUUUUK TOLOOONG HIDUPIN AEEEERRR!!!”
Ini
teman, teriakan yang begitu legendaries. Nyaris terdengar setiap jam kuliah.
Bukan Cuma sekali, kami kadang mesti beramai-ramai paduan suara dari dapur berulang kali.
Dari yang nada ramah sampai nada nagih hutang.
Aku
sempat shock pertama kali tinggal. Bingung mesti gimana. Rasanya gak sopan
kalau teriak sesadis itu. Tapi ternyata, insting bertahan hidup cepat
berkembang. Dari teriakan malu-malu kucing, demi gak terlambat dan berangkat
kinclong, teriakan ala kucing mau kawin pun cepat dikuasai.
Tapi
lebih naas lagi kalau mesti teriak air sendiri. Bagaimanapun, siapa yang butuh air, ya dia yang
nongkrong di jendela dapur. Mencoba menyebrangi jarak 5 meter dengan suara
solo. Seprofesional apapun, kalau solo karir, jelas suara teriakan kurang
mendekriminasi.
Beramai-ramaipun kita terkadang mesti teriakan sampai 15 menit.
Apalagi sendiri. Malah terkadang gak dihidupin dan mandi dalam keterbatasan.
Sungguh…
masa-masa ini.
Terkadang,
selain harus merasa teraniaya lebih dari bawang putih, kita mesti menanggung
malu.
Letak kosan yang Cuma berbatasan tembok dengan kosan sebelah jelas
membuat lirik favorit kami itu sering terdengar. Mereka mungkin mengenal kalimat
tua itu sama tuanya dengan kami. Kadang mereka bahkan ikut berkolaborasi dengan
sedikit remix. Menambahkan kalimat baru dengan emosi yang menyayat. Seperti,
“ibuuk please, tolong hidupin air. Kita mau mandi. Bentar lagi kuliah. Dosennya
galak. Please buk!”
Sungguh.
Larangan
menikah dengan saudara sendiri itu ada tapi dalam kasus kami, jangan sampai
menikah dengan cowok-cowok dari kosan sebelah. Mereka sudah mendengar suara
barbar kami hingga yang paling barbar. Tampang kami boleh unyu-unyu tapi suara
kami sekelas gorilla.
Tembok
pembatas kosan adalah saksi bisu kenyataan memalukan ini. Kami yang malu setengah mati dan anak kosan
sebelah yang mendapat hiburan. Atau mungkin juga kesal.
Asal teman-teman tahu, kalimat sederhana minta
dihidupkan air itu konon ditemukan mungkin sejak kosan berdiri. Aku belum bisa
memutuskan, kalimat ini atau listrik yang pertama kali ditemukan tapi, turun
menurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kami mempelajari kalimat
itu dan meneruskan ke anak baru. Kalimat keramat yang penuh kenangan. Bahkan
mungkin mistis.
Kenapa
mistis? Karena semakin kalimat itu diteriakan, ibuk kos sepertinya semakin
mengabaikan. Jiwa kami yang malang. Mungkin sebosan kami yang berteriak,
sebosan itu juga ibuk kos mendengarnya. Beliau boleh memutuskan pura-pura tuli
tapi kita tetap gak bisa pura-pura mandi tanpa air.
Ibuk kos mungkin bertanggung jawab nyaris pada 7/8 alasan kami terlambat kuliah. |
Comments
Post a Comment