Masa alay facebook
I
just reread my old facebook status around 2009 and I wish someone shoot me back
then. How could no one try to stop me posting all that stupid things and even
more, with silly words to begin with?
Sumpah.
Malunya sampai ke ubun-ubun tapi terlalu banyak buat dihapusin satu-satu.
Kok bisa nulis begitu? Apa gak
sakit tangan ngetik huruf besar kecil gantian? Waa… ajaib bener. Rasanya
terlalu malu buat lanjutin hidup dengan nama yang sama. Well, I did change my name
back then. Apa ya, Oye Chocolatos? Something like that.
Selama
tahun 2009, hampir gak bisa nemuin status yang diketik dengan ejaan selayaknya
anak kuliah semester 4. Just take a
look. Apa coba maksud huruf yang mesti dibesar kecilkan kek gitu? Why? Apa
tujuannya? Apa itu sandi? Apa itu sejenis
kode kekerenan?
Is
it just me or is that a kind of trend?
Tell
me it was some kind of trend, please. Luar biasa memalukan kalau ternyata jadi
orang satu-satunya yang nulis begitu. It is even harder for me to figure out
what I wrote. Left alone try to understand the purpose. I should have some kind
of purposes after that complicated writing method, right?
Malu
bahkan untuk ngaku kalau yang nulis itu anak bahasa.
Apa
emang selabil itu 8 tahun yang lalu? It is hard to believe it was almost 8
years ago. Berapa umur waktu itu? 18 to 19? Anak sekarang gak ada kayaknya yang
sebegitu labil di umur 18an. Tapi sumpah. Kok rasanya itu dulu keren?
Mungkin
itu cuma pendapat pribadi tapi, I must not the only one doing that code. I
swear. If I was the only one doing that, I will try to make a time machine just
to shoot my old self.
Yang
lebih ajaib lagi, banyak yang kasih respon. Itu artinya, antara yang bikin
status dan yang menanggapi status punya pemikiran 11 12 kan? I must be not the
only person with that absurd idea. It was so absurd. Oh my god. I still can’t
believe that I wrote those stupid words.
Another
thing that I realize, it was so attention seeking status.
Tipe
status memalukan dengan tujuan mendapat perhatian. Apa dulu sebegitu kurang
kasih sayangnya? Why? I had a lot of friends. Why should I write those words? Apa
itu semacam pelepas stress? Tapi itu bikin stress dibaca sekarang. I was almost
in tears. Air mata karena malu. (lari kepojokan sambil nangis.)
Dari
baca, jelas yang nulis punya jiwa super labil. Beberapa kali lihat ada yang
komen ngasih nasehat dan cuma dibalas candaan. Sama sekali gak sadar kenapa
dikasih nasehat. That kind of thick skull. Kalau waktu itu dirukyah pasti
banyak banget jin yang tinggal. Gak mungkin sebegitu memalukan dalam keadaan
normal. Pasti ada factor gaib. (diplototin jin.)
Waah…
gak habis pikir. Misal dicek sama tempat melamar kerja, gak mungkin diterima.
Pasti didiagnosis pernah mengidap ganguan mental diusia muda. Gak mungkin bukan
gangguan mental. Rasanya gak ada orang normal yang bakal nulis begitu.
I
usually judge someone over their typing style.
Kalau
ada yang kirim pesan dan bahasanya gak bener, udah langsung malas baca apalagi
mau balas. Seriously. Bahkan sebelum lihat muka orangnya langsung, cara ketikan
sering dijadiin referensi kecakepan. Soalnya, biarpun cakep tapi ngetiknya
sembrono, bikin ill feel. Yang dapat dipastikan,kalau ngetik sms sama tanda
bacanya gak bener, jiwanya masih labil.
Ituloh,
yang masih pake Eah Eooh dan cemugudh.
Termasuk
diri sendiri. I used to write my message that way.
Oh,
dulu suka sebut nama sendiri kalau ngomong. Sok imut abis. Sorry kalau kalian
termasuk orang yang suka ngomong pake nama tapi sumpah, kesannya ada banyak
orang terlibat kalau ngomong pake nama.
"Maaf, okta mau izin pulang."
Siapa
okta disana? Me? Tapi kesannya kayak lagi izinin si okta daripada ngizinin diri
sendiri.
Sampai
sekarang suka aneh dengar kalau ada yang ngomong sebut nama sendiri. Kalau anak
kecil sih lucu kalau udah gede, rada aneh. Well, it’s truly my own opinion. I
won’t judge if you one of the people who speak that way. Okta bakal maklum kok,
tenang aja.
Mungkin
tergantung sikon. Beberapa situasi kadang menuntut kita untuk sebut nama. Asal
jangan berlebihan aja. Semuanya emang gak pernah enak kalau udah berlebihan. (Menurut
okta begitu guys…) hahaa
Jumlah
status yang super banyak, itu bukti betapa rajinnya online. Mungkin waktu itu
prioritas utama facebook, habis itu kuliah. Saking tekunnya, entah berapa sks
buat online. Nilainya gak mungkin sekedar A. Cum laude pasti udah ditangan.
Semua
hal dijadikan status. Begitu ekspresif dan super girang. Dari yang mungkin cukup
layak untuk dibagikan sampai hal super bodoh yang seharusnya disembunyikan dari
dunia. Kenapa jalan pikiran begitu pendek? Gak pernah mikir dua kali sebelum
nulis apapun.
Untuk apa coba kambing dibahas? (pijit kening) |
Semuanya
juga sedang dalam masa puber. Itu gaya alaynya generasi 90an. I wish so. Kita
jelas alay bersama makanya dulu gak sadar udah memalukan. Kita memalukan
bersama.
I drag you all down with me.
Facebook
juga lagi puncak jaya. Rasanya itu baru beberapa tahun sejak facebook mulai
jadi platform sosmed yang paling digemari. Sebelum itu keknya punya friendster.
Apa ya kabar friendster? Masih dipake gak?
Dijaman
itu, semua akun juga sepertinya punya. Kalau cek ke google nama sendiri, akun
dari berbagai platform muncul. Foursquare, myspace, semuanya. Semuanya daftar
dan sekarang yang jelas dipake cuma twitter sama instagram. Facebook pun baru
akhir-akhir ini dipake lagi. Sempat beberapa kali pengen balik ke facebook tapi gak merasa
guna. Cuma jadi ajang tempat terima undangan nikah. Biarpun sebenarnya facebook
juga tempat terhubung sama kebanyakan teman.
Well,
sempat siapa aja dijadikan teman. Terus ngeluangin waktu jadi dipangkas lah
nama-nama yang gak dikenal. Berapa temen facebook? 400an jelas bukan jumlah
yang banyak tapi dipikir mungkin cuma kenal 20an.
Foto.
Foto-foto
dulu jumlahnya wah banget yang diupload. Sekarang udah pada dibasmi separoh.
Tapi beruntung masih ada foto-foto difacebook. Soalnya setelah laptop rusak,
semua foto-foto hilang dan pas buka facebook ternyata beberapa masih ada.
Cukuplah buat dikenang-kenang. Lagian, we always can do some stalking right?
Hahaa
Lain
jumlah lain lagi rupa. Dari sudut manapun, rasanya culun abis. Mungkin
memang aslinya culun tapi gak sadar. I looked so innocent. Muka polos yang
terbakar matahari. Mengkilat sempurna. Belum lagi senyum tertahannya. Beuuh…
pose andalan yang hampir bisa ditemukan disetiap foto.
I
am glad that I am actually improving. Biarpun gak berubah jadi angsa super
cantik, setidaknya jadi bebek yang gak begitu kegatalan lagi. I hope so.
Old
chats.
Baca
ulang pesan-pesan lama dan perasaan pengen ganti nama terus pindah ke Amazon
datang lagi. Selain semua kata-kata memalukan, kejadiannya begitu memalukan
untuk direka ulang. Kebanyakan chat dari orang-orang yang pernah dekat atau
mencoba dekat. Bikin jedotin kening ke meja pokoknya abis baca. Tapi lucu sih.
Sumpah. Kebanyakan udah pada suami orang sekarang dan pas lihat chat lama itu
bikin ngakak. We used to talk that way. We used to know each other that way.
What a time.
Rekam
jejak jaman nyepik dan di speak itu ada di pesan lama facebook. Kalau di
timeline kan udah terlalu jauh buat di flashback kalau pesan mah masih
nongkrong aja disana karena kemaren facebooknya gak dipake. Pesannya ya pesan
lama semua. Picisan abis buat dikenang. Argh. Aigoo…
Anggaplah
sekarang udah lebih dewasa.
Mau
bikin status itu suka mikir berulang kali. Penting gak buat dibagiin? Karena
sebagian besar status kita cuma bakal jadi referensi humor seseorang. Paling
yang diceritain itu hal sepele yang ringan atau lucu. Kalau gak bermanfaat, mending pikir dua kali.
Salut
sama yang suka berantem status or sub tweeting. Rugi mah berantem via status,
atau sindir menyindir gak jelas. Kesannya amarah kurang tersampaikan dan cuma jadi
hiburan netizen. Even more, I don’t have much patient to type something when I
am mad. Misal marah masih masuk status berarti belum benaran marah.
Meskipun,
kayaknya updating status itu pelepas stress. Mereka ekspresif aktif. Soalnya
sering perhatiin yang aktif di sosmed dengan semua keluhan hidup, pas ketemu
orangya terlihat begitu normal. Kadang pas baca statusnya, gue udah udah hampir
datang bawa sapu tangan.
Updatelah
dalam bentuk wajar. Gak enak banget baca yang udah terlalu berlebihan. Udah
kayak telenovela bagi yang nyimak.
Kalau
gak suka jangan dibaca? Hooow? Itu muncul ditime line.
Lagian, melihat drama
itu selalu menarik. Well, that’s what I said before. When your problem becomes
online, it will be some kind of humor to some. Sedikit yang benar-benar
perhatian. Lebih baik cerita langsung sama teman, lebih personal. Jangan sama
teman yang ember juga. Sama aja langsung cerita di sosmed.
Quitting
facebook back then must be one of my best actions. Although, I must be missing
much but at least my puberty process was not being recorded on my stupid
babbling status. Beberapa tahun gak aktif facebook, semua orang juga kelihatan
berubah. Semuanya udah dewasa.
Emang
masih ada beberapa status-status dengan kategori alay tapi kebayakan cuma
bagi-bagi link kesehatan dan pernikahan. Our current life interest.
Anggaplah
semua hal alay dimasa lalu itu dokumentasi masa pendewasaan. Biarpun memalukan,
cukup lucu juga buat dibaca ulang. Look at mine. Benaran butuh waktu buat baca
ulang karena butuh buka kamus buat bisa ngerti. I swear, some of my old
facebook status looked like a nuclear code. It was lame, yes. Hey, you can’t
have a story to tell without doing something lame in the past. Put it behind
and be a better person.
Be wise with everything you post.
Comments
Post a Comment