Kucings' poop street




Secara resmi, gang tanpa nama yang kita tinggali ini aku kasih nama Kucings' poop street. Atau, KCP st. Kali ini aku pengen cerita secara detail gimana namanya bisa Kucings' Poop Street.
 
Gang ini sempit gak bisa dilewatin mobil. Bisa sih bisa tapi mungkin cuma pick up dan satu arah. Berhubung dia gak mungkin bisa mutar didalam, kalau ada yang pindahan paling maju mundur doang. Panjangnya dari jalan utama sampai buntu mungkin cuma sekitar 25 meter dengan 3 buah rumah di kiri kanannya dan satu bedengan panjang sebagai penutup. 

Di jalan yang gak seberapa itu, dihuni sama 10 ekor kucing. Berjenis anak, 4 ekor. Berjenis remaja 3 ekor dan indukan 3 ekor. Lamanya tinggal disini bikin kita hapal para kucing tanpa disadari. Begitu juga sebaliknya. Maklum, mereka tetangga yang paling sering berpas-pasan dijalan. Kalau kita lewat mereka selalu kasih pandangan super judging. 


Lenggangnya jalan bikin penguasanya ya mereka. Banyak aktifitas yang mereka lakukan dijalan. Mulai dari main, jemur-jemuran, canda gurau dan yang paling terkenal ya pooping alias eek. 

Pagi-pagi itu waktu dimana poopnya terlihat masih paling bentuk. Sore hari poop itu hilang keinjak orang gak hati-hati tapi kebanyakan karena dilindas ban motor.  

Lain bentuk, lain lagi bau. Kalau udah musim kering, baunya semerbak masuk rumah. Semua sudut diikutin bau poop kucing. Tapi lebih sadis lagi kalau habis mereka poop hujan turun. Buat yang gak punya kucing aku gak tahu cara jelasin yang pasti, ini bau yang paling bikin sakit kepala sampai pengen muntah. Anyir? Anyir dan basah menjadi satu sepajang malam. 


10 ekor kucing. Bayangin berapa banyak poopnya. Berapa kali kucing poop? Kurang tahu juga, tapi kalau baunya udah pada rame bikin malas banget jalan keluar. Gak keinjakpun, kalau udah keluar terus balik, semua badan kayak ditempelin poop kucing. Coba kan ya poop kucing itu glow in the dark. Kita mungkin bisa menyelamatkan banyak nyawa dari keinjak. 

Awal pindah itu si para anak kucing benaran baru lahir. Dikira bakal hilang alias dibuang dalam waktu dekat tapi nyatanya enggak. Biarpun kayak gak dipelihara, mereka sebenarnya dipelihara dan berkembang hingga 3 generasi. Ada tetangga yang suka ngasih makan. Mungkin malam para kucing juga tidur disana. Mereka jelas terlalu bahagia buat pindah.

Dirumah gak pernah pelihara kucing karena si nyoya rumah benci abis sama bulu dan baunya. Sebelum kucing bisa jaga bulu dan bersihin eek sendiri, selama itu juga gak bakal ada kucing dirumah. 

Karena alasan yang sama aku gak suka kucing. Dulu geli banget sama anaknya tapi sekarang sih udah sering reflek pengen lempar kalau lihat. Biarpun kalau ngelempar gak pernah kena dan kucing gak pernah benaran takut kalau dibentak. We hate each other that much.


But my housemate is a cat lover. She just shares love with cats easily. Dirumah dia punya peliharaan kucing yang dikasih nama Manis. Semua kucing juga dia panggil manis. Dia sering cerita manis sekarang begini, begitu, udah bisa ini, itu. Udah tamat PAUD dan sekarang baru masuk TK. Atau tingkah-tingkah lucunya dalam bentuk foto serta video. Bahkan saat si kucing nama panggilannya berubah dari Manis jadi Nyis pun gak luput diceritain.

Jujur, aku gak tahu mesti kasih respon apa. Cat never impresses me. Satu-satunya yang aku suka dari kucing itu kalau lagi nangkep tikus. Cuma itu. Biarpun gak sebenci dulu juga. Kalau dulu aku benaran gak suka tapi sekarang gak nolak dikasih yang bulu lebat kelas angora. Ntar dijual lagi aja. Hihi

So, back to KCP story.

Kucing itu udah banyak dan satu hari kita bawa pulang seekor kucing tambahan.

Ceritanya waktu itu lagi beli roti bakar. Tiba-tiba muncul kucing kecil. Dia kotor tapi cool abis. Gak ngeong. Kepincutlah teman serumah. Kebetulan tikus emang banyak, aku setuju dan kita bawa pulang.

Dirumah langsung dibersihin, malamnya dia bahkan tidur cantik dihandukin. Dikasih kalung dan dapat nama baru. Ahjushi. We called him, Ahjushi.

Malam pertama dia cuma diam, mungkin masih asing. Besoknya dia kayak ulat nangka. Melompat kesana kemari dan suka ngikutin kaki. Demi apapun, kesabaran aku habis. Kayaknya dia tahu aku gak suka dan dia malah ngikutin aku dengan tekun. Argh.

Demi tikus, aku nahan diri. Dan dihari ketiga terbukti kalau tikus dirumah terlalu gede dan diluar kemampuannya. Dia bahkan lebih takut tikus dari pada kita. Dengan ringan hati, si ahjushi kita bukain pintu. Dia langsung kabur.

Keluar dan bergabung sama kesepuluh kucing gang. Sialnya, kita lupa lepas kalung yang dia pake. Jadi setiap lewat, dia nengok, kita nengok, terus saling tatap. Adegannya udah kayak ibu buang anak kandung. Tapi dia cool banget. Gak niat balik sama sekali. Kita malah cuma dipandangi acuh dari luar pagar. Mungkin bukan kita yang buang si ahjushi tapi kita yang dibuang ahjushi.

Cari kesempatan buat lepas kalung. Begitu dilepas, sekitar 2 hari kemudian si ahjushi udah gak ada disekitar rumah. Dia gak gabung diantara kucing gang. Mungkin kembali kejalanan. Pada dasarnya dia emang anak jalanan dan kayaknya gak level main sama anak gang. Si ahjushi yang mandiri… hope he stays safe.

So, sepuluh kucing tetap bersama sampai hari ini. 
Tetap pooping bareng di gang sampai hari ini. 
Tetap bikin jalanan bau sampai hari. 
Tetap bikin kita sakit kepala sama bau poopnya sampai hari ini. 


Didepan gang ada palang peringatan jalan buntu. Mungkin seharusnya palang, ‘awas eek kucing’ juga perlu dipasang.

If you try to find my home just find the cats. Kamu mungkin bahkan bisa tanya mereka. Lihatin aja foto, kalau lagi baik ntar diantarin sampai depan pintu. If you want to find the cats, find the poop first.
Kayaknya mereka gak bakal pindah kemana-mana dan bakal berkembang biak sampai puluhan generasi. Keeping the bay safe with their poop. So, watch your steps!


Comments

Popular posts from this blog

Kenapa suka nonton MotoGP?